Kartun Keragaman Budaya Indonesia

Kartun Keragaman Budaya Indonesia

Keragaman Budaya dan Kepercayaan Suku Bali

Masyarakat bali terkenal akan kebudayaannya seperti seni tari, seni pertujukan, dan seni ukir. Hal ini lah yang membuat mereka dikenal sebagai seorang seniman karena ada berbagai aktivitas seni yang dapat mereka lakukan meskipun memiliki kesibukannya masing-masing. Mereka melakukan kegiatan seni dalam kehidupan sehari-hari seperti menari, memahat, melukis, bermain alat musik, hingga bermain lakon kebudayaan tradisional.

Mereka juga dikenal sebagai peniru ulung yang baik dan melakukan aktivitas seni sebagai wujud dari persembahan terhadap leluhur-leluhur mereka.

Selain kebudayaannya yang beragam suku Bali juga sebagian menganut aliran Hindu Siwa-Buddha yang berbeda dengan Hindu India. Aliran Hindu Siwa-Buddha sendiri merupakan kombinasi yang dilakukan oleh masyarakat Bali dengan menggunakan mitologi Pra-Hindu yang diyakini oleh mereka. Selain itu, suku Bali juga masih mempertahankan tradisi animisme.

Baca juga: Mengenal Rumah Adat Bali, Mahakarya Pulau Dewata yang Sarat akan Makna

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

TEMPO.CO, Jakarta - Mooncake Festival 2024 dirayakan dengan meriah di berbagai lokasi di Jakarta, dengan menampilkan kekayaan budaya Tionghoa yang berpadu dengan budaya Nusantara. Festival ini tidak hanya menyuguhkan keindahan seni dan tradisi, tetapi juga menjadi ajang yang menguatkan persatuan dalam keberagaman.

Dikutip dari berbagai sumber, berikut ini perayaan Mooncake Festival 2024 di Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Old Shanghai Sedayu City

Gelaran Shanghai Festival Mooncake 2024 di Old Shanghai Sedayu City, Cakung Barat, Jakarta Timur, menjadi salah satu acara terbesar dalam rangkaian perayaan ini. Festival ini dimulai pada 13 September 2024 dan berlangsung hingga 22 September 2024. Dihadiri oleh Wakil Walikota Administrasi Jakarta Timur, Iin Mutmainnah, festival ini menyajikan beragam pertunjukan seni dan budaya.

Atraksi yang paling menarik perhatian adalah perpaduan seni Reog Ponorogo dengan kesenian Tionghoa seperti barongsai dan lampion hias. Festival ini juga menghadirkan bazar UMKM yang menjual produk-produk khas dengan nuansa budaya Tionghoa dan Nusantara. Dalam sambutannya, Iin Mutmainnah menekankan pentingnya persatuan dalam keberagaman di Jakarta, sebuah kota yang dihuni oleh berbagai etnis dan budaya. Kegiatan ini menjadi simbol kerukunan masyarakat dari latar belakang yang berbeda, sehingga menarik bagi pengunjung yang ingin merasakan harmoni budaya di ibu kota.

Di Gajah Mada Plaza, Pecinan Glodok bersama Gajah Mada Plaza menggelar Jakarta Mooncake Festival 2024 pada 14 dan 15 September 2024, dengan tema "Purnama di Molenvliet". Festival ini menampilkan berbagai kesenian khas Tionghoa dan Nusantara, seperti barongsai, wayang potehi, tari naga (lionsai), serta pertunjukan angklung.

Kegiatan ini disambut antusias oleh pengunjung. Penampilan wayang potehi dari Sanggar Budaya Rumah Cinwa berhasil memikat hati para penonton, khususnya anak-anak. Wayang potehi, yang merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa, memperlihatkan betapa kayanya sejarah kebudayaan Indonesia. Festival ini tak hanya menghibur, tetapi juga menjadi sarana edukasi tentang seni tradisional yang mungkin belum dikenal luas oleh masyarakat.

Tema "Purnama di Molenvliet" diambil untuk menggambarkan peran penting masyarakat Tionghoa dalam pembangunan Jakarta sejak abad ke-17. Molenvliet sendiri adalah nama lama untuk Kanal Batang Hari, kawasan yang dulunya merupakan pusat peradaban Tionghoa di Jakarta.

Sementara itu, di The St. Regis Jakarta, perayaan Festival Mooncake diwarnai dengan kemewahan dan keindahan. Hotel ini menawarkan hampers mooncake dalam kotak rias kulit mewah, tersedia dalam dua warna elegan: Celestial Blue dan Rosy Bliss. Tampilan yang eksklusif ini memberikan sentuhan tradisi sekaligus kemewahan modern, menjadikannya pilihan sempurna bagi mereka yang ingin merayakan Festival Mooncake dengan gaya.

Emporium Pluit Mall juga turut memeriahkan Festival Mooncake melalui acara Mid-Autumn Mooncake Festival yang berlangsung dari 9 hingga 22 September 2024. Bertempat di Ground Floor-North Promenade, festival ini menawarkan aneka mooncake premium dari berbagai merek ternama seperti Ang Huat, Makan, Bayi Hokkaido, Bintang Mei, Dapur M, dan Kelompok Raja Bebek.

Festival ini menawarkan kesempatan bagi para pecinta mooncake untuk mencicipi beragam rasa, dari yang klasik seperti Teratai Putih hingga varian unik seperti Nutella Coklat dan Teh Hijau. Pengunjung bisa membeli mooncake premium dalam berbagai ukuran dan kemasan, mulai dari mini hingga ukuran reguler, dengan harga yang bervariasi.

Kami mohon maaf atas kebingungannya, tetapi kami tidak bisa tahu apakah Anda adalah seseorang atau skrip.

Centang kotak ini dan kami akan berhenti menghalangi Anda.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Mengenal Suku Bali, Keragaman Budaya, dan Kepercayaannya

Dalam bahasa Bali, suku Bali yang disebut 'anak Bali', 'wong Bali' atau 'krama Bali' merupakan suku bangsa mayoritas yang menetap di pulau Bali. Namun demikian, masyarakat suku ini juga juga tersebar di berbagai wilayah seperti Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Lampung, Bengkulu, serta wilayah penempatan transmigrasi asal Bali lainnya.

Pulau Bali kerap disebut Pulau Dewata. Terkenal dengan keindahan alam dan sebagai destinasi wisata di Indonesia, pulau di timur Jawa ini menyimpan pesonanya serta menjadi salah satu wilayah yang memiliki masyarakat yang heterogen dan saling berdampingan satu sama lain. Dihuni hampir 90% masyarakatnya beragama Hindu, Bali juga dihuni oleh mereka yang beragama Islam, Buddha, dan Kristen.

Baca juga: Inilah 5 Gunung Tertinggi di Bali, Siap untuk Menaklukkannya?

Sejarah dan Asal-usul Suku Bali

Berdasarkan sejarah dari beberapa sumber, suku Bali melakukan gelombang migrasi pertama pada zaman pra-sejarah, gelombang migrasi kedua ketika masa perkembangan agama Hindu di Nusantara, dan migrasi ketiga pada masa era Majapahit yang runtuh di abad ke-15. Runtuhnya kerajaan Majapahit dan Islamisasi yang terjadi di Jawa, membuat sejumlah rakyat Majapahit memilih untuk melestarikan kebudayaan Jawa Klasik dengan tradisi asli Bali.

Adapun suku Bali terbagi menjadi:

Bali memiliki beberapa suku seperti suku Aga. Suku ini muncul ketika gelombang migrasi Bali yang pertama. Suku Aga sendiri menurut beberapa sumber sejarah merupakan suku Bali pertama dan salah satu suku asli Bali.

Suku Bali Aga banyak bermukim di wilayah pegunungan Desa Trunyan, Kintamani, Kabupaten Bangli dan ada juga yang tinggal di Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem.

Karena tinggal di wilayah pegunungan, suku Bali Aga menjadi salah satu suku yang belum mengenal dan terjamah oleh teknologi serta terbiasa dengan aturan adat yang cukup kental.

Salah satunya adat pemakamannya yang dilakukan dengan tidak dikubur atau dikremasi, melainkan mayatnya disimpan di bawah sebuah pohon tua yang ada di sana. Suku Bali Aga juga cenderung lebih menutup diri terhadap dunia luar sehingga sering dianggap sebagai masyarakat yang tertinggal.

Salah satu suku yang didalamnya adalah orang-orang keturunan kerajaan Majapahit yang berasal dari para pendatang Pulau Jawa. Sebagian masyarakat suku Bali Majapahit tinggal di wilayah dataran rendah yang ada di Bali.

Kedatangan orang-orang keturunan Majapahit ini juga membawa tradisi budaya Majapahit yang mempersatukan masyarakat Majapahit yang tersebar di Bali. Selain itu juga, mereka yang berasal dari suku Bali Majapahit ini menganut agama Hindu dan ber-mata pencaharian dengan bercocok tanam. Mengutip dari situs disbud.bulelengkab.go.id, suku Bali Majapahit menjadi salah satu yang memengaruhi sejarah suku Bali.

Selain suku Bali Aga, suku Bali juga menjadi suku mayoritas yang menghuni wilayah Pulau Bali. Masyarakat suku Bali sendiri menganut agama Hindu dan menggunakan bahasa Bali serta melakukan tradisi-tradisi dan budaya Bali.

Meskipun memang ada suku Bali yang menganut agama Islam, Buddha, dan Kristen.

Nyama sendiri memiliki makna saudara, sedangkan Selam bermakna Islam. Jadi, suku Nyama Selam merupakan suku yang ada di Bali yang menganut agama Islam dan menjalankan tradisi Bali di dalam kehidupannya sehari-hari.

Keberadaannya sangat erat dengan sejarah perkembangan di wilayah Desa Pegayaman, Kabupaten Buleleng yang sudah ratusan tahun ditinggali oleh masyarakat komunitas muslim.

Suku Nyama Selam mencampurkan antara budaya Bali, Jawa, dan Bugis dengan menggunakan bahasa Bali sebagai komunikasi sehari-hari. Meskipun ada sumber sejarah lainnya yang menyebutkan bahwa suku Nyama Selam ini menyebar di Bali ketika Raja pertama Gelgel, Ketut Dalem Plesir ketika mengunjungi Majapahit dengan dikawal oleh 40 orang prajurit Majapahit. Sebagian dari prajuritnya tidak kembali ke Majapahit, namun menetap di wilayah Klungkung lalu mendirikan masjid.

Keberadaan masyarakat Nyama Selam membuat Bali menjadi beragam dan tetap hidup rukun berdampingan dengan masyarakat Bali lainnya yang mayoritas Hindu.

Baca juga: 6 Makanan Khas Bali yang Enak Namun Jarang Diketahui

Suku ini adalah suku Bali yang berasal dari Melayu. Kedatangan mereka pada abad ke-17 dan bertempat tinggal di wilayah Loloan Barat dan Loloan Timur, Kabupaten Jembrana membuat masyarakat suku ini disebut sebagai suku Loloan.

Ada sekitar 4 ulama dan pengikutnya dari Melayu yang awal mulanya memiliki tujuan untuk berdakwah dan menyebarkan ajaran agama Islam di wilayah Jembrana. Dengan izin yang sudah didapat dari Raja Jembarana I, I Gusti Arya Pancoran, mereka menyebarkan ajaran islam.

Baca juga: Bali Menjadi Destinasi Wisata Terpopuler Kedua di Dunia, Kalahkan Kota-kota di Eropa